Selasa, 13 September 2016

Beberapa Pemikiran Teori Dan Konsep Akuntansi Islam

Oleh : Zakaria Batu Bara, MA

Gambling dan Karim (1986) yang dikutip oleh Harahap menarik hipotesis bahwa Islam memiliki syariah yang dipatuhi semua ummatnya maka wajarlah jika masyarakatnya memiliki lembaga keuangan dan akuntansinya yang sesuai dengan landasan agama. Mereka merumuskan model antara lain “Colonial Model”, yang menyebutkan bahwa jika masyarakatnya Islam maka seharusnya pemerintahnya pun menerapkan syariat Islam dan teori akuntansinya pun harus bersifat teori akuntansi Islami. Mereka juga menekankan bahwa sesuai sifatnya maka mestinya harus memiliki akuntansi karena pentingnya penekanan pada aspek sosial dan perlunya penerapan sistem zakat dan baitul mal dalam Islam.
Harahap (1991) mengemukakan bahwa akuntansi Islam itu pasti ada menggunakan metode perbandingan antara konsep syariat Islam yang relevan dengan akuntansi dan ciri akuntansi kontemporer (dalam nuansa komprehensif) itu sendiri. Sehingga ia menyimpulkan bahwa nilai-nilai Islam ada dalam akuntansi, dan akuntansi ada dalam struktur hukum, muamalat dan sejarah Islam. Menurutnya keduanya mengacu pada kebenaran kendatipun kadar kualitas dan dimensi serta bobot pertanggung jawabannya bisa berbeda. Dan juga penekanan pada aspek tanggung jawab dan aspek pengambilan keputusan berbeda. Islam mengayomi semua Stakeholder sedangkan akuntansi kapitalis memenuhi kepentingan pemilik modal dan idiologi kapitalis sekuler.
  1. Shaari Hamid, Russel Craig dan Frank Clarke yang dikutip Harahap mengemukakan dua hal : Islam sebagai agama yang memiliki aturan-aturan khusus dalam sistem ekonomi keuangan (misalnya , free interest banking system) dan pasti memerlukan teori akuntansi yang khusus pula yang dapat mengakomodasi ketentuan syariah itu.
  2. Kalau dalam berbagai studi disimpulkan bahwa aspek budaya yang bersifat lokal (national boundaries) sangat banyak mempengaruhi perkembangan akuntansi, maka Islam sebagai agama yang melampaui batas negara tidak boleh diabaikan. Islam dapat mendorong Internasionalisasi dan harmonisasi akuntansi.
Toshikabu Hayashi (1989) dalam Harahap mengatakan bahwa dalam akuntansi Islam ada “meta rule” yang berasal di luar konsep akuntansi yang harus dipatuhinya yaitu hukum syariah yang berasal dari Tuhan yang bukan ciptaan manusia. Menurut beliau akuntansi Islam sesuai dengan kecenderungan manusia yaitu hanief, yang menuntut agar perusahaan juga memilki etika dan tanggung jawab sosial. Dalam tulisannya Hayashi menjelaskan bahwa konsep akuntansi Islam sudah ada dalam sejarah Islam yang sangat berbeda dengan konsep akuntansi konvensional. Dia menunjukkan bahwa istilah “muhtasib” sebagai seseorang yang diberikan kekuasaan besar dalam masyarakat untuk memastikan sebagai “muhasabah”. Bahkan beliau menjelaskan bahwa dalam konsep Islam ada pertanggungjawaban di akhirat, di mana setiap orang akan mempertanggungjawabkan tindakannya di hadapan Tuhan.
Muhammad Akram Khan yang dikutip oleh Harahap merumuskan sifat akuntansi Islam sebagai berikut :
1) Penentuan Laba Rugi yang tepat.
2) Mempromosikan dan menilai efisiensi kepemimpinan.
3) Ketaatan kepada hukum syariah.
4) Keterikatan pada keadilan.
5 ) Melaporkan dengan baik.
6) Perubahan dalam praktik akuntansi.

Hameed mengemukakan dari pandangan makro tujuan akuntansi syariah adalah:
  1.  Merupakan dasar dalam perhitungan zakat.
  2. Memberikan dasar dalam pembagian keuntungan, distribusi kesejahtraan dan pengungkapan terhadap kejadian dan nilai-nilai.
  3. Untuk menyakinkan bahwa usaha yang dilakukan perusahaan bersifat Islami dan hasil (laba) yang diperoleh tidak merugikan masyarakat.

Triwiyono menyebutkan bahwa tujuan akuntansi syariah adalah terciptanya peradaban dengan wawasan humanis, transendental, dan teleologikal. Adapun ciri akuntansi syariah menurut beliau adalah :

1) Menggunakan nilai-nilai etika sebagai dasar penggunaan akuntansi.
2) Memberikan arah pada menstimulasi timbulnya prilaku etis.
3) Bersikap adil terhadap semua pihak.
4) Menyeimbangkan sifat egoistic dengan altruistic.
5) Mempunyai kepedulian terhadap lingkungan.

Menurut penulis pengembangan akuntansi Islam, nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan keadilan harus diaktualisasikan dalam praktik akuntansi. Secara garis besar, bagaimana nilai-nilai kebenaran membentuk akuntansi syariah dapat diterangkan.
  1. Akuntan muslim harus meyakini bahwa Islam sebagai way of life (Q.S. 3 : 85).
  2.  Akuntan harus memiliki karakter yang baik, jujur, adil, dan dapat dipercaya (Q.S. An-Nisa : 135).
  3. Akuntan bertanggung jawab melaporkan semua transaksi yang terjadi (muamalah) dengan benar, jujur serta teliti, sesuai dengan syariah Islam (Q.S. Al-Baqarah : 7-8). 
  4. Dalam penilaian kekayaan (aset), dapat digunakan harga pasar atau harga pokok. Keakuratan penilaiannya harus dipersaksikan pihak yang kompeten dan independen (AI-Baqarah : 282).
  5. Standar akuntansi yang diterima umum dapat dilaksanakan sepanjang tidak bertentangan dengan syariah Islam.
  6. Transaksi yang tidak sesuai dengan ketentuan syariah, harus dihindari, sebab setiap aktivitas usaha harus dinilai halal-haramnya. Faktor ekonomi bukan alasan tunggal untuk menentukan berlangsungnya kegiatan usaha.
Akuntansi dan penyajian laporan keuangan pada bank syariah bertanggung jawab kepada Allah YME, stakeholders, dan lingkungan sosial berlandaskan kepada aspek transparansi, akuntabilitas dan keadilan. Sistem pencatatan dan pelaporan mengacu kepada Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia 2003 yang telah dipublikasikan oleh IAI dan Biro Perbankan Syariah BI.
Pada bank konvensional, akuntansi dan penyajian laporan keuangan berorientasi kepada kepentingan para pemegang saham, dan tidak dikenal konsep pertanggungjawaban sosial dan keadilan. Walaupun demikian, dalam satu dekade terakhir, ada kecenderungan akuntansi konvensional mengarah kepada konsep yang sejalan dengan Islam, seperti berkembangnya konsep akuntansi pertanggungjawaban, akuntansi sosial, akuntansi SDM, dan sebagainya.

Penulis adalah Dosen STIE Syariah Bengkalis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar